PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang dikenal dengan nama Sritex, saat ini menghadapi masa sulit setelah Pengadilan Niaga Semarang memutuskan status pailit perusahaan tersebut. Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, atau yang akrab disapa Wawan, meminta para kurator dan hakim pengawas untuk memperbolehkan aktivitas operasional keluar-masuk barang di pabrik. Hal ini, menurutnya, sangat penting agar ribuan karyawan Sritex tetap memiliki pekerjaan dan perusahaan tetap bisa menjalankan kegiatan produksinya.

Pengadilan Niaga Semarang telah menunjuk empat kurator, yaitu Deni Ardiansyah, Nur Hidayat, Fajar Romy Gumilar, dan Nurma Candra Yani Sadikin, serta seorang hakim pengawas, Haruno Patriadi, untuk menangani proses kepailitan Sritex. Namun, Wawan menekankan bahwa pihak kurator dan hakim pengawas perlu segera mengambil keputusan agar proses ini tidak berlarut-larut, karena situasi ini berpotensi memengaruhi masa depan puluhan ribu karyawan yang menggantungkan hidup pada Sritex Group.

Kendala Operasional Sritex Akibat Kebijakan Pembatasan Aset

Sejak status pailit diberlakukan, seluruh aset Sritex kini berada di bawah kendali kurator. Akibatnya, barang hasil produksi tidak dapat dikirimkan kepada pembeli, dan bahan baku baru juga tidak bisa didatangkan untuk keperluan produksi. Wawan berharap agar keputusan kurator dan hakim pengawas dalam rapat mendatang bisa memberikan izin untuk aktivitas normal, sembari menunggu hasil kasasi yang saat ini tengah diupayakan di Mahkamah Agung. Jika permasalahan ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin jumlah karyawan yang dirumahkan akan terus bertambah.

Nasib Gaji dan Keberlanjutan Kerja Bagi Ribuan Karyawan Sritex

Saat ini, sebanyak 2.500 karyawan Sritex telah dirumahkan sebagai dampak dari krisis bahan baku yang dihadapi perusahaan. Meski demikian, Iwan menegaskan bahwa karyawan yang dirumahkan tetap menerima gaji selama perusahaan terus berupaya menjaga kelangsungan operasional. “Karyawan yang diliburkan tetap mendapatkan gaji, dan kami berharap kondisi ini bisa segera diatasi agar mereka dapat kembali bekerja seperti biasa,” ujar Iwan dalam konferensi pers bersama Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer.

Iwan menambahkan bahwa jika tidak ada kejelasan terkait keberlanjutan perusahaan, kondisi ini bisa menjadi ancaman yang serius, dengan risiko PHK yang besar. Situasi ini semakin mendesak karena kendala administrasi dan pembekuan rekening perusahaan yang menghambat kelancaran proses produksi.

Upaya Hukum Sritex untuk Menjaga Kelangsungan Perusahaan

Dalam upaya untuk membatalkan keputusan pailit, pihak Sritex telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Menurut General Manager HRD Sritex Group, Haryo Ngadiyono, perusahaan ini masih aktif beroperasi dan tetap menjalankan proses produksi, meskipun berada dalam status pailit. Upaya hukum ini merupakan salah satu langkah Sritex untuk menjaga agar perusahaan tidak harus ditutup dan menghindari PHK massal.

Haryo menjelaskan bahwa Sritex Group mencakup beberapa perusahaan besar, seperti PT Sritex di Sukoharjo, PT Primayudha Mandirijaya di Boyolali, serta PT Sinar Pantja Djaja dan PT Bitratex Industries di Semarang. Jika Sritex dipaksa untuk tutup, puluhan ribu karyawan beserta keluarga mereka akan terkena dampak langsung. “Kami berupaya agar tidak terjadi PHK massal selama masih ada jalan hukum yang bisa ditempuh,” ujar Haryo.

Komitmen Pemerintah Mendampingi Pekerja di Masa Sulit

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, juga turut memberikan dukungan kepada Sritex dan karyawan mereka dalam menghadapi situasi sulit ini. Berdasarkan arahan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah akan hadir untuk melindungi hak-hak pekerja dan memastikan tidak ada PHK tanpa kejelasan hukum. “Pekerja butuh kepastian, dan negara harus hadir dalam situasi ini,” tegas Immanuel, menekankan pentingnya peran pemerintah dalam memastikan keberlangsungan hak para pekerja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *