Di Indonesia, pelarangan buku telah berlangsung sejak tahun 1959, di mana berbagai judul dilarang terbit atau beredar karena alasan-alasan tertentu. Salah satu contoh terkenal adalah karya-karya Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan besar yang tulisannya dibatasi peredarannya karena dianggap kontroversial. Namun, fenomena pelarangan buku ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia.
Buku Pertama yang Dilarang di Era Modern
Dalam sejarah modern, buku pertama yang tercatat dilarang peredarannya adalah New English Canaan, karya Thomas Morton, seperti yang dijelaskan dalam Smithsonian Magazine. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1637 di Amsterdam, namun segera dilarang oleh kaum Puritan yang berkuasa di New England saat itu. Morton dikenal karena pandangannya yang kritis terhadap masyarakat Puritan, terutama cara mereka memperlakukan penduduk asli Amerika.
Isi Buku New English Canaan
Buku New English Canaan terdiri dari tiga bagian utama. Bagian pertama membahas sejarah, budaya, dan kepercayaan penduduk asli Amerika, sementara bagian kedua menguraikan kekayaan alam New England seperti flora, fauna, dan sumber daya mineral. Bagian ketiga memuat kritik Morton terhadap gaya hidup Puritan di New England, yang dianggapnya terlalu kaku dan menindas.
Pandangan Morton yang lebih terbuka terhadap budaya penduduk asli, serta toleransi beragama yang dia usung, bertolak belakang dengan nilai-nilai Puritan yang melihat kemewahan dan kesenangan sebagai dosa. Sementara Morton merayakan kehidupan dengan berpesta dan menjalin hubungan baik dengan penduduk asli, kaum Puritan tidak menyukai sikap Morton ini karena mereka meyakini gaya hidup ketat dan disiplin.
Alasan Pelarangan Buku New English Canaan
Larangan terhadap buku New English Canaan disebabkan kritik tajam Morton terhadap kaum Puritan, terutama terkait perlakuan kasar mereka terhadap penduduk asli Amerika. Morton bahkan menyarankan bahwa kaum Puritan tidak hanya gagal menghormati penduduk asli tetapi juga kurang mampu dalam mengelola tanah yang mereka klaim. Sikap Morton yang lebih toleran dan pandangannya yang lebih egaliter terhadap penduduk asli Amerika dianggap sebagai ancaman serius oleh kaum Puritan, yang ingin mendirikan masyarakat Kristen ideal tanpa pengaruh budaya lain.
Dampak Larangan dan Kehidupan Morton
Akibat penerbitan buku ini, Morton diasingkan ke sebuah pulau oleh pemerintah Puritan. Ketika ia mencoba kembali ke New England, ia kembali diusir. Akhirnya, Morton meninggal pada tahun 1643. Meski diasingkan, kisah dan buku Morton terus berlanjut hingga abad-abad berikutnya.
Bahkan, pada abad ke-19, Morton mulai dipandang lebih positif oleh penulis seperti Nathaniel Hawthorne, yang menggambarkan komunitas Morton di dalam cerita The May-Pole of Merry Mount dengan sudut pandang simpatik. Dengan semakin banyaknya perhatian terhadap buku Morton, New English Canaan akhirnya diakui sebagai salah satu karya penting yang menggambarkan awal sejarah kolonial Amerika, terutama dalam konteks hubungan antarbudaya dan nilai-nilai toleransi.
Nilai dan Pengaruh Buku New English Canaan di Masa Kini
Hingga saat ini, hanya ada 16 salinan asli New English Canaan yang masih ada, dan buku ini dianggap sangat berharga di pasar antik. Karya Morton ini tidak hanya mencerminkan sejarah kolonialisme, tetapi juga menawarkan perspektif unik tentang kemungkinan hubungan yang lebih damai antara penjajah dan penduduk asli. Melalui kritik Morton terhadap Puritan, buku ini membuka mata kita terhadap kisah penjajahan yang kompleks, di mana konflik nilai dan kebudayaan memainkan peran penting.