Indonesia terus memperkuat posisinya di ranah ekonomi internasional dengan rencana untuk bergabung di organisasi ekonomi besar, seperti BRICS dan OECD. Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa keterlibatan Indonesia dalam organisasi ekonomi dunia bukanlah masalah, asalkan memberikan manfaat bagi negara. Pada sebuah pernyataan di Washington DC, Prabowo menegaskan bahwa Indonesia ingin mencari peluang terbaik untuk perekonomiannya demi kesejahteraan rakyat.
Dalam keterangan pers yang diunggah di YouTube Sekretariat Presiden, Prabowo menegaskan bahwa Indonesia juga berpartisipasi dalam Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik untuk Kemakmuran (IPEF) dan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP). Dengan ikut serta di berbagai forum, Prabowo berharap Indonesia bisa memperoleh berbagai manfaat yang berdampak positif bagi ekonomi nasional.
Dukungan Amerika Serikat untuk Akses Indonesia ke OECD
Selain ketertarikannya pada BRICS, Indonesia juga tengah mengajukan aksesi menjadi anggota OECD, organisasi yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi global dan kebijakan yang bertanggung jawab. Presiden AS Joe Biden menyatakan dukungannya untuk proses aksesi Indonesia ke OECD, seperti yang dinyatakan dalam pertemuan antara Biden dan Prabowo. Biden menyampaikan bahwa AS siap membantu Indonesia dalam mengadopsi standar dan praktik terbaik OECD, serta mendukung reformasi ekonomi dan tata kelola yang dibutuhkan untuk memperkuat stabilitas ekonomi Indonesia.
Indonesia sebagai Mitra BRICS dan Komitmen untuk Global South
Sementara itu, Indonesia telah menjadi mitra BRICS bersama 12 negara lainnya, meski tanpa komitmen penuh sebagai anggota tetap. Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, mengungkapkan bahwa keikutsertaan Indonesia dalam BRICS adalah bentuk politik luar negeri yang bebas aktif. Dengan bergabungnya Indonesia dalam BRICS, negara ini bisa terlibat dalam kerja sama yang lebih dalam terkait ketahanan pangan, energi, pengentasan kemiskinan, serta pengembangan sumber daya manusia. Selain itu, Indonesia juga mendukung BRICS dalam memperkuat solidaritas di antara negara-negara berkembang atau Global South.
Sugiono menyoroti tiga poin penting dalam kerja sama BRICS: hak pembangunan berkelanjutan, reformasi sistem multilateral agar lebih inklusif, dan peningkatan solidaritas negara berkembang. Dalam hal ini, BRICS diharapkan menjadi perekat kerja sama yang kuat di antara negara-negara berkembang untuk menghadapi tantangan global.
Potensi Ekonomi BRICS+ dalam Perekonomian Dunia
BRICS, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, kini berkembang menjadi BRICS+, dengan anggota baru seperti Arab Saudi, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab, dan Mesir. Bersama-sama, negara-negara BRICS+ menyumbang sekitar 40% dari produksi minyak global dan sekitar 29% dari PDB dunia. Jika Indonesia dan negara-negara lain menjadi anggota tetap, maka pangsa BRICS+ dalam ekonomi global akan semakin besar dan bahkan bisa menyaingi G7.
Selain dominasi ekonomi, negara-negara anggota BRICS+ juga menguasai produksi bahan mentah seperti logam dan mineral penting yang dibutuhkan untuk teknologi berkelanjutan. Pangsa produksi bahan mentah ini memperkuat posisi BRICS+ dalam mendukung transisi global menuju ekonomi hijau.