Situs panduan perjalanan asal Amerika Serikat, Fodor, memasukkan Bali ke dalam daftar 15 destinasi wisata yang tidak layak dikunjungi pada 2025. Daftar ini memuat destinasi lain seperti Barcelona, Venice, Tokyo, hingga Koh Samui. Fodor menyebut, alasan utama Bali masuk dalam daftar adalah masalah overtourism, yang dinilai merusak ekosistem alami, menggerus warisan budaya, dan menambah permasalahan sampah plastik di pulau tersebut.
Fodor mengutip data dari Badan Pusat Statistik Bali untuk mendukung pernyataannya. Selama 2023, tercatat sebanyak 5,3 juta turis asing mengunjungi Bali. Pada periode Januari hingga Juli 2024, jumlah wisatawan meningkat hingga 3,5 juta, atau naik 22 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut Fodor, lonjakan wisatawan ini memberikan tekanan besar pada infrastruktur Bali, terutama di wilayah selatan, sehingga menimbulkan dampak negatif pada lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal.
Tanggapan Kepala Dinas Pariwisata Bali
Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun, menolak klaim yang menyebut Bali tidak layak dikunjungi. Ia menegaskan bahwa Pulau Dewata tetap menjadi destinasi yang menarik dan layak untuk wisatawan, baik domestik maupun internasional.
Pemayun berpendapat bahwa klaim overtourism di Bali tidak didasarkan pada kajian yang menyeluruh. Ia mengakui bahwa sebagian besar wisatawan terkonsentrasi di wilayah Bali Selatan, seperti Kuta dan Seminyak. Namun, ia menekankan bahwa wilayah lain seperti Bali Timur, Barat, dan Utara masih memiliki daya tampung yang luas dan tidak mengalami kepadatan.
“Bali memang padat, tapi itu hanya di wilayah selatan. Tidak semua daerah mengalami hal yang sama,” ujar Pemayun. Ia juga menyebut bahwa tingkat hunian hotel di Bali berada pada angka rata-rata 80 persen per tahun, bahkan di musim puncak hanya mencapai 90 persen. Menurutnya, angka ini masih tergolong normal dan tidak menunjukkan tanda-tanda overtourism.
Langkah Pemerintah Bali untuk Mengatasi Masalah
Untuk mengatasi konsentrasi wisatawan di Bali Selatan, Dinas Pariwisata telah bekerja sama dengan Universitas Udayana dan Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) untuk mengembangkan pola perjalanan wisata baru. Program ini bertujuan mengarahkan turis ke wilayah Bali Timur, Barat, dan Utara yang memiliki banyak potensi wisata namun belum terlalu dieksplorasi. Pemayun optimis, langkah ini dapat mendistribusikan kunjungan wisatawan secara lebih merata di seluruh Bali.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya menata kembali sektor pariwisata Bali untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. “Tidak ada alasan menyebut Bali tidak layak dikunjungi. Kami terus berbenah agar pariwisata berkelanjutan tetap menjadi prioritas,” ujarnya.
Meski masuk dalam daftar Fodor sebagai destinasi yang tidak direkomendasikan, Bali tetap menjadi pilihan favorit wisatawan internasional. Dengan upaya pemerintah untuk mendistribusikan wisatawan ke seluruh wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan, Bali diyakini mampu mempertahankan statusnya sebagai salah satu destinasi terbaik dunia.