Presiden terpilih Prabowo Subianto direncanakan akan menarik utang sebesar Rp 775,9 triliun pada tahun 2025 mendatang. Angka ini telah ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang dirancang oleh pemerintah untuk mendukung pembiayaan pembangunan negara.
Sumber Utama Pembiayaan: Surat Berharga Negara (SBN)
Menurut keterangan dari Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Riko Amir, pembiayaan ini sebagian besar akan bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Dari total Rp 775,9 triliun, sebanyak Rp 642,5 triliun akan didapat melalui penerbitan SBN, sementara sisanya, yakni Rp 133 triliun, berasal dari penarikan pinjaman.
Pinjaman tersebut berasal dari dua sumber, yakni pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Untuk pinjaman dalam negeri, nilainya diperkirakan mencapai Rp 5,2 triliun, sedangkan pinjaman luar negeri mencapai Rp 128,1 triliun.
Peningkatan Utang Dibandingkan Tahun 2024
Penarikan utang tahun 2025 ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, di mana pada tahun 2024 pembiayaan utang ditargetkan sebesar Rp 648,1 triliun. Peningkatan utang ini tidak lepas dari kebutuhan pemerintah untuk memenuhi pembiayaan dalam mendukung berbagai proyek pembangunan nasional, terutama dalam tahun terakhir periode 2020-2024.
Menurut Riko Amir, fenomena peningkatan penarikan pinjaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, sering kali terjadi pada tahun kelima periode pemerintahan. Pada tahun-tahun awal, penarikan utang biasanya lebih rendah, namun meningkat secara signifikan di tahun-tahun akhir.
Strategi Pemerintah dalam Pengelolaan SBN
Untuk memenuhi target penerbitan SBN sebesar Rp 642,5 triliun, pemerintah telah menyiapkan sejumlah strategi. Salah satu strateginya adalah dengan menggelar lelang SBN setiap dua minggu sekali, bergantian antara penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Dengan pola ini, pemerintah dapat mengadakan lelang SBN hingga 24 kali dalam setahun.
Riko juga menjelaskan bahwa SBN terdiri dari beberapa jenis instrumen, seperti SUN yang berbentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) jangka pendek dan Obligasi Negara (ON) jangka panjang. Sedangkan untuk SBSN, ada dua instrumen yang akan diterbitkan, yaitu Surat Perbendaharaan Syariah Negara (SPNS) jangka pendek dan Project Based Sukuk (PBS) jangka panjang.
Selain itu, pemerintah juga berupaya memperluas pengembangan SBN untuk ritel. Saat ini, pembiayaan dari SBN ritel hampir mencapai 15% dari total pembiayaan SPN. Ada juga SBN dalam valuta asing (SPN Falas), yang untuk tahun 2024 penerbitannya sudah selesai.
Waspada Terhadap Tekanan Global
Dari sisi pinjaman, baik dalam negeri maupun luar negeri, pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga kewaspadaan terhadap tekanan global. Riko menegaskan bahwa pemerintah akan terus berupaya menjaga stabilitas pembiayaan dan memperhatikan dampak dari kondisi ekonomi global, terutama yang berkaitan dengan risiko utang dan pembiayaan.
Pengelolaan Utang yang Berkelanjutan
Dalam Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, disebutkan bahwa pengelolaan pembiayaan utang akan difokuskan pada percepatan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah akan mengutamakan pembiayaan yang inovatif, bijaksana, dan berkelanjutan.
Selain untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN, utang juga diarahkan sebagai instrumen untuk mendukung pengembangan pasar keuangan domestik. Pemerintah menekankan bahwa penarikan utang harus dilakukan dengan memperhitungkan keseimbangan antara biaya yang minimal dan tingkat risiko yang bisa ditoleransi.