Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR, Budi Djiwandono, merespons polemik yang melibatkan Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama, Miftah Maulana Habiburrahman atau yang dikenal sebagai Gus Miftah. Ia menyayangkan pernyataan kontroversial Miftah yang menghina pedagang es teh. Menurutnya, hal tersebut harus menjadi bahan evaluasi, terutama bagi sosok yang mengemban tanggung jawab publik.
“Kami sangat menyayangkan jika ada pernyataan yang tidak pantas. Tentunya hal ini perlu menjadi bahan evaluasi, terlebih bagi seorang pemimpin,” ujar Budi kepada media di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (4/12).
Meski begitu, Budi tidak memberikan komentar terkait desakan pencopotan Miftah dari jabatan utusan khusus. Ia menyatakan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya berada di tangan Presiden Prabowo Subianto.
Kritik Publik dan Permintaan Maaf Gus Miftah
Kontroversi bermula dari video yang viral di media sosial, memperlihatkan Miftah menggunakan kata-kata kasar kepada seorang pedagang es teh saat acara Magelang Bersholawat. Ucapan tersebut memicu kemarahan publik, yang menilai perilaku Miftah tidak pantas untuk seorang pejabat publik.
Setelah kritik meluas, Miftah akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan menemui langsung pedagang tersebut. “Saya, Miftah Maulana Habiburrahman, dengan tulus meminta maaf atas kesalahan saya,” ujarnya dalam video yang diunggah Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, di TikTok pada Rabu (4/12).
Desakan Evaluasi dari Pengamat dan Akademisi
Berbagai pihak, termasuk pengamat politik, turut memberikan pandangannya. Anang Sujoko, seorang analis komunikasi politik dari Universitas Brawijaya, menilai bahwa tindakan Miftah mencerminkan kurangnya integritas dalam berkomunikasi di ruang publik. Menurutnya, seorang utusan presiden harus mampu menjaga tutur kata, terlebih dalam kapasitas sebagai pemuka agama.
“Seharusnya Miftah bisa menunjukkan sikap yang lebih lembut dan mendidik saat berbicara di depan publik,” ungkap Anang, Kamis (5/12). Ia menambahkan, pernyataan Miftah terhadap pedagang kecil menunjukkan bahwa ia kurang layak untuk jabatan tersebut.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menyoroti pentingnya menjaga citra pemerintahan Prabowo Subianto. “Perilaku seperti ini dapat mencoreng reputasi Presiden Prabowo. Miftah seharusnya belajar dari Gus Dur, yang humornya selalu menginspirasi tanpa merendahkan orang lain,” ujar Adi.
Apakah Miftah Layak Dicopot?
Desakan agar Presiden Prabowo mencopot Miftah terus bergulir. Anang Sujoko menilai bahwa tindakan Miftah bertentangan dengan visi populis Prabowo, yang selama ini mendukung masyarakat kecil, seperti melalui kebijakan kenaikan gaji guru. Namun, ia pesimis keputusan tersebut akan diambil karena penunjukan Miftah dianggap lebih didasari pada faktor politik daripada prestasi atau kredibilitas.
Kunto Adi Wibowo, pengamat politik Universitas Padjadjaran, menyarankan agar Presiden Prabowo memberikan teguran terbuka kepada Miftah. “Sebagai utusan presiden, Miftah membawa nama besar Prabowo. Teguran seharusnya disampaikan secara publik agar menjadi pelajaran bagi semua pihak,” ujarnya.