Para pelaku pariwisata di Bali yang tergabung dalam Gabungan Industri Pariwisata (GIPI), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), dan Association of Tour and Travel Agencies (ASITA) mengadakan pertemuan dengan DPRD Bali. Mereka menyampaikan berbagai persoalan yang menjadi tantangan dalam pengelolaan pariwisata di Pulau Dewata.

Masalah-masalah yang diangkat meliputi kemacetan lalu lintas, banjir, sampah, dan ketidakseimbangan penyebaran aktivitas wisata di seluruh wilayah Bali. Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace), menegaskan bahwa isu-isu ini bukan hanya gejala, melainkan dampak dari persoalan yang lebih kompleks.

“Kami mencoba bekerja sama dengan DPRD untuk menemukan solusi atas masalah-masalah ini, sehingga pariwisata Bali dapat lebih terarah,” ujar Cok Ace saat pertemuan di Gedung DPRD Bali pada Senin (13/1/2025).

Sorotan Terhadap Regulasi dan Ketidakmerataan

Selain persoalan teknis, asosiasi pariwisata juga menyoroti Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali. Menurut Cok Ace, regulasi ini perlu dioptimalkan agar lebih relevan dengan kondisi terkini. Ia juga mengusulkan agar semua pelaku industri pariwisata terdaftar dalam asosiasi guna memastikan pengelolaan suplai dan permintaan berjalan dengan baik.

Dari ribuan pelaku industri di Bali, baru sekitar 400 yang terdaftar dalam asosiasi. Cok Ace menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah dan DPRD dalam memanfaatkan asosiasi sebagai mitra untuk memonitor dan mengembangkan sektor pariwisata.

Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya alias Dewa Jack, menyatakan bahwa masukan dari para pelaku pariwisata akan dijadikan dasar dalam perumusan kebijakan yang lebih baik. “Kami akan terus berdialog untuk memperbaiki regulasi yang ada dan mendukung perkembangan pariwisata Bali,” kata Dewa Jack.

Maraknya Pelanggaran dalam Industri Pariwisata

Selain masalah regulasi, pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara asing (WNA) juga menjadi sorotan. Banyak WNA yang bekerja secara ilegal sebagai pemandu wisata atau sopir di Bali. Penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, meminta pihak kepolisian untuk menindak tegas pelanggaran ini.

Kasus terbaru melibatkan seorang warga India berinisial VV, yang ditangkap karena menjadi pemandu wisata tanpa izin. Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjokorda Bagus Pemayun, menegaskan bahwa pihaknya bersama Satpol PP terus melakukan pengawasan terhadap pemandu wisata tak berlisensi di berbagai lokasi wisata di Bali.

Isu Transportasi dan Taksi Online

Permasalahan lain yang mencuat adalah persaingan antara sopir pariwisata konvensional dan layanan taksi online. Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali menyuarakan tuntutan mereka untuk membatasi kuota taksi online, menetapkan standar bagi sopir pariwisata, dan mengatur tarif angkutan sewa khusus.

Ketua Forum, I Made Darmayasa, berharap pemerintah dapat mengatasi ketidakseimbangan ini demi keberlangsungan industri pariwisata lokal. “Kami merasa hak kami dirampas. Diperlukan regulasi yang lebih tegas untuk menciptakan keadilan,” tegas Darmayasa.

Kolaborasi untuk Masa Depan Pariwisata Bali

Pertemuan ini menjadi langkah awal dalam menciptakan kolaborasi antara asosiasi pariwisata, pemerintah, dan DPRD Bali. Fokus utama adalah menemukan solusi atas tantangan yang dihadapi, baik dari segi regulasi, pengelolaan sumber daya, maupun pengawasan terhadap pelanggaran.

Dengan keterlibatan aktif semua pihak, diharapkan pariwisata Bali dapat terus berkembang secara berkelanjutan. Pemerintah dan asosiasi pariwisata memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa industri ini tetap kompetitif sekaligus menghormati budaya lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *