Kecelakaan tragis yang menimpa pesawat Jeju Air pada Minggu (29/12/2024) memicu pertanyaan serius tentang desain Bandara Internasional Muan. Sebanyak 179 nyawa melayang akibat pesawat Boeing 737-800 menabrak tembok beton di ujung landasan pacu. Hanya dua orang yang berhasil selamat dari insiden tersebut, menjadikannya salah satu bencana penerbangan terburuk dalam sejarah Korea Selatan.

Kecelakaan Dimulai dari Roda Pendaratan yang Gagal

Pesawat Jeju Air dengan nomor penerbangan 7C2216 terbang dari Bangkok dan mengalami masalah saat mencoba mendarat di Bandara Muan. Pada percobaan pendaratan pertama, roda pendaratan tidak keluar. Ketika mencoba mendarat untuk kedua kalinya pada pukul 09.03 pagi waktu setempat, pesawat mendarat dengan perutnya dan terus meluncur hingga menabrak dinding beton di ujung landasan pacu.

Dampak tabrakan dengan tembok tersebut sangat besar. Pesawat langsung meledak dan hampir seluruh penumpang tewas. Para ahli menduga bahwa sebagian besar korban meninggal akibat trauma benda tumpul akibat benturan dengan tembok beton.

Pertanyaan tentang Desain Bandara dan Keselamatan

Beberapa pakar penerbangan mempertanyakan keberadaan dinding beton di ujung landasan pacu Bandara Muan. Menurut Todd Curtis, mantan insinyur keselamatan Boeing, tembok seperti itu seharusnya tidak ada karena dapat membahayakan keselamatan penerbangan. Curtis menyebut bahwa struktur tersebut membuat pesawat sulit berhenti dengan aman setelah keluar dari landasan.

David Learmount, pakar keselamatan udara, juga menyatakan bahwa penempatan tembok beton tersebut “hampir menjadi tindakan kriminal.” Ia menjelaskan bahwa pilot sebenarnya telah melakukan pendaratan darurat dengan baik, tetapi tembok itu menyebabkan pesawat hancur total. Citra satelit menunjukkan bahwa tembok tersebut telah ada selama bertahun-tahun di bagian selatan landasan pacu dan berfungsi sebagai tempat sistem pendaratan instrumen.

Di sisi lain, Joo Jong-wan, Wakil Menteri Transportasi Korea Selatan, menegaskan bahwa tembok tersebut dibangun sesuai standar industri, dan panjang landasan pacu 2.800 meter dianggap sudah cukup memadai.

Perbandingan dengan Bandara Lain

Sebagai perbandingan, beberapa bandara internasional seperti LaGuardia di New York menggunakan sistem penahan material yang dapat menghancurkan diri untuk memperlambat pesawat tanpa menimbulkan kerusakan besar. Sistem seperti itu terbukti efektif, seperti yang terjadi pada insiden pesawat calon wakil presiden AS Mike Pence pada tahun 2016, di mana sistem ini berhasil menghentikan pesawat dengan aman setelah melewati landasan pacu.

Namun, tembok di Bandara Muan tampaknya terlalu kokoh dan tidak dirancang untuk mengurangi dampak tabrakan. Sally Gethin, seorang ahli penerbangan, juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap lokasi tembok tersebut. Ia menambahkan bahwa meskipun lebih banyak ruang tersedia di ujung landasan, pesawat yang melaju dengan kecepatan tinggi tetap menghadapi risiko besar.

Langkah Selanjutnya: Investigasi Menyeluruh

Para penyelidik dari otoritas Korea Selatan kini tengah menyelidiki kecelakaan ini secara mendalam. Mereka akan memeriksa berbagai aspek seperti catatan pemeliharaan pesawat, jadwal pilot, dan rekaman suara kokpit. Praduga awal menunjukkan bahwa serangan burung mungkin menjadi penyebab utama kerusakan mesin yang memicu insiden tersebut.

Meskipun penyelidikan masih dalam tahap awal, para ahli menyerukan perlunya revisi desain bandara untuk meningkatkan keselamatan penerbangan. Dengan demikian, tragedi seperti ini dapat dicegah di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *