Seorang perempuan warga negara Brasil berinisial AGA, yang sebelumnya bekerja sebagai pengacara di negaranya, terungkap terlibat dalam kegiatan prostitusi di Bali. Perempuan berusia 34 tahun tersebut ditangkap pada 13 November 2024 di sebuah vila di kawasan Seminyak, Kuta, Badung. Penangkapan dilakukan oleh petugas Imigrasi setelah mendeteksi aktivitas mencurigakan melalui komunikasi digital.

AGA diketahui memasuki Indonesia pada 25 Oktober 2024 dengan visa kunjungan 30 hari, mengaku datang untuk berlibur di Pulau Dewata. Namun, kenyataannya ia menjalankan aktivitas ilegal demi memenuhi kebutuhan hidup selama berada di Bali.

Aktivitas Ilegal dan Pelanggaran Keimigrasian

Dalam pemeriksaan, AGA mengakui menerima bayaran sebesar Rp 7,8 juta setiap kali melakukan transaksi seksual. Komunikasi dengan pelanggan dilakukan melalui aplikasi WhatsApp, termasuk dengan seorang pria asal Singapura yang tidak ia kenal secara langsung.

AGA dinyatakan melanggar Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena menyalahgunakan izin tinggalnya untuk kegiatan ilegal. Setelah penangkapan, ia diserahkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada 19 November 2024 untuk proses lebih lanjut.

Deportasi Sebagai Langkah Tegas

Pada 28 November 2024, AGA dideportasi ke Brasil melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Deportasi ini dilakukan dengan pengawalan ketat oleh petugas Rudenim Denpasar. Selain itu, AGA dimasukkan ke dalam daftar penangkalan untuk mencegahnya kembali ke Indonesia dalam jangka waktu tertentu.

Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, menegaskan bahwa tindakan seperti ini tidak dapat ditoleransi. “Pelanggaran izin tinggal dan aktivitas ilegal harus ditangani dengan serius demi menjaga keamanan dan ketertiban,” ujarnya.

Komitmen Pemerintah Melindungi Ketertiban Publik

Kepala Kanwil Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menekankan bahwa langkah ini adalah bagian dari upaya rutin pemerintah untuk menjaga ketertiban umum. “Kami akan terus mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran hukum keimigrasian untuk memastikan Bali tetap aman,” ujarnya.

Rudenim Denpasar juga menambahkan bahwa opsi penangkalan dapat diperpanjang hingga enam bulan atau bahkan seumur hidup jika pelanggaran dinilai membahayakan keamanan. Keputusan akhir akan ditentukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi berdasarkan aspek hukum dan dampak yang ditimbulkan.

Pentingnya Penegakan Hukum dalam Menjaga Bali

Kasus AGA menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap pelanggaran keimigrasian di Bali. Penegakan hukum ini tidak hanya melindungi masyarakat lokal tetapi juga menjaga citra Pulau Dewata sebagai tujuan wisata yang aman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *